Akibat tekanan ini, mereka mengajaknya untuk berdamai dan bertahkim kepada Ya'mur bin 'Auf, salah seorang dari Bani Bakr. Ya'mur memutuskan bahwa Qushai lah yang berhak atas Ka'bah dan urusan kota Mekkah daripada Khuza'ah. Begitu juga diputuskan, setiap tetes darah yang ditumpahkan oleh Qushai maka akan menjadi tanggung jawabnya sendiri sedangkan setiap nyawa yang melayang oleh tangan Khuza'ah dan Bani Bakr harus dibayar dengan tebusan, serta (diputuskan juga) bahwa Qushai harus dibebastugaskan dari pengelolaan atas Ka'bah. Maka dari sejak itu, Ya'mur dijuluki sebagai asy-Syaddakh (Sang Pemecah masalah). Kekuasaan Qushai atas penanganan Mekkah dan Ka'bah berlangsung pada pertengahan abad V Masehi yaitu tahun 440 M. Dengan demikian, jadilah Qushai sekaligus suku Quraisy memiliki kekuasaan penuh dan otoritas atas Mekkah serta pelaksana ritual keagamaan bagi Ka'bah yang selalu dikunjungi oleh orang-orang Arab dari seluruh Jazirah. Di antara langkah yang diambil oleh Qushai adalah memindahkan kaumnya dari rumahrumah mereka ke Mekkah dan memberikan mereka lahan yang dibagi menjadi empat bidang, lantas menempatkan setiap suku dari Quraisy ke lahan yang telah ditentukan bagi mereka serta menetapkan jabatan sebelumnya kepada mereka yang pernah memegangnya yaitu suku Nasa-ah, Ali Shafwan, 'Udwan dan Murrah bin 'Auf sebab dia melihat sudah
Some characteristics will turn into unavailable, but they will be extra Later on. Will not wait to test it out as it's easy to switch again for the interface you happen to be utilized to. No, try out later on Visit new dashboard sirah tahun five
sedekat-dekatnya". (Az-Zumar:three). "Dan, mereka menyembah selain daripada Allah apa yang tidak dapat mendatangkan kemudharatan kepada mereka dan tidak (pula) manfaat, dan mereka berkata: 'mereka itu adalah pemberi syafa'at kepada kami disisi Allah". (Yunus: eighteen). Orang-orang Arab juga mengundi nasib dengan sesuatu yang disebut al-azlam atau anak panah yang tidak ada bulunya. Anak panah itu ada tiga jenis: satu jenis ditulis dengan kata "ya", satu lagi ditulis dengan kata "tidak" dan jenis ketiga dengan kata "dibiarkan". Mereka mengundi nasib untuk menentukan apa yang akan dilakukan, seperti bepergian, menikah atau lain-lainnya, dengan menggunakan anak panah itu. Jika yang keluar tulisan "ya", mereka melaksanakannya, dan jika yang keluar adalah tulisan "tidak" , mereka menangguhkannya pada tahun itu hingga mereka melakukannya lagi. Dan jika yang mncul adalah tulisan "dibiarkan" mereka mengulangi undiannya. Ada lagi jenis lain, yaitu tulisan "air" dan "tebusan", begitu juga tulisan "dari kalian", "bukan dari kalian" atau "disusul". Bila mereka ragu terhadap nasab seseorang mereka membawanya ke hubal dan membawa serta juga seratus hewan kurban lalu diserahkan kepada pengundi. Dalam hal ini, jika yang keluar adalah tulisan "dari kalian", maka dia diangkat sebagai penengah/pemutus perkara diantara mereka. Jika yang keluar tulisan "bukan dari kalian" maka dia diangkat sebagai sekutu. Sedangkan jika yang keluar adalah tulisan "disusul" maka kedudukannya di tengah mereka adalah sebagai orang yang tidak bernasab dan tidak diangkat sebagai sekutu.
beliau tinggal beberapa hari di rumah Maemunah tatkala mulai merasa sakit dan setelah disiram air di rumah Aisyah beliau agak segar kembali dua atau barangkali tiga hari. Selama masa-masa itu beliau tetap bertahan menanggung sakit dan sewaktu-waktu bangkit diapit dua orang untuk memimpin shalat dalam keadaan duduk. Penulis akan mengesampingkan dulu perdebatan panjang mengenai sukses Abu Bakr yang ditunjuk Rasulullah mengimami shalat pada hari-hari terakhir tersebut karena semua ini merupakan persoalan politik. Akan dibicarakan nanti pada saatnya sesudah selesai mengikuti perkembangan kondisi kesehatan Rasulullah hingga beliau wafat. Demam panas kambuh lagi dan semakin menjadi-jadi. Kita telah menyinggung berita mengenai kedatangan ibunda Basyr ibn al-Barra ibn Ma’ruf menjenguknya dan membasuhnya lalu berkata: aku tidak pernah melihat demam seberat ini ; yang dijawab Rasulullah:"sebagaimana pahala dilimpahkan untuk kami para Nabi juga cobaan lebih berat; ini adalah akibat kambing yang aku makan bersama putramu di Khaebar dan nampaknya kali yang terakhir ini akan mengakhiri abhurku" (Al-Baladzari , vol. 1/549). Informasi cukup melimpah mengenai demam ini. Suatu kali Abu Sa'id al-Khudri datang menjenguk dan meletakkan tangannya di tubuh Rasulullah dan mengatakan:"aku tak tahan merasakan panas demam-mu" (Ibn Katsir , vol. five/237). Demam panas tersebut diiringi rasa sakit yang sangat tetapi Rasulullah tidak pernah mengeluh dan beliau menanggungnya sebagai cobaan dari Allah. Berkata Ibn Katsir: diriwayatkan oleh AlBukhari dan Muslim dari Sufyan al-Tsauri dan Syu'bah ibn al-Hajjaj yang ditambahkan oleh Muslim berdasarkan riwayat Jarir dari ketiga perawi tersebut dari al-A'masy dari Abi Wail Syafiq ibn Salamah dari Masruq dari Aisyah yang berkata:"aku belum pernah melihat sakit seberat apa yang diderita Rasulullah".
Meskipun demikian, mereka tetap menyembunyikan keislaman mereka dan menjauh dari pandangan para Thughat sedapat mungkin. Akan tetapi, sekalipun kehati-hatian dan kewaspadaan itu dilakukan, mereka sama sekali tidak dapat lolos begitu saja dari gangguan, penghinaan serta penganiayaan. Dalam pada itu, Rasulullah tetap melakukan shalat dan beribadah kepada Allah didepan mata kepala para Thughat tersebut; beliau leluasa berdoa baik secara pelan atau terangterangan. Tidak ada seorangpun yang bisa menghalangi dan memalingkannya dari hal itu sebab semua itu dilakukan dalam rangka menyampaikan risalah Allah semenjak beliau diperintahkan olehNya, dalam firmanNya: "Maka sampaikanlah olehmu segala apa yang diperintahkan (kepadamu) dan berpalinglah dari orang-orang yang musyrik". (QS. 15/Al-Hijr: ninety four). Dengan demikian, sebenarnya sewaktu-waktu, bisa saja kaum Musyrikun menyakiti beliau bila mereka mau sebab secara zhahirnya tidak ada yang menghalangi antara mereka dan diri beliau selain rasa malu dan segan serta adanya jaminan Abu Thalib dan rasa hormat terhadapnya. Sebab lainhnya, karena kekhawatiran mereka terhadap akibat yang deadly dari
Buku ini menyajikan kisah perjalanan Nabi semasa hidupnya. Sehingga pembaca dapat lebih mengenali Nabi dan juga mengetahui berbagai peristiwa yang menimpanya.
yang menceritakan peristiwa peperangan yang terjadi pada bulan Rabiul Awal 6H./ Juli 627M:"Rasulullah amat sedih dan sedemikian dalam duka-citanya atas apa yang menimpa 'Ashim ibn Tsabit dan pasukannya (mereka adalah syuhada ‘detasmen’ al-rujei') sehingga beliau mengangkat senjata berikut two hundred personil infantri dan twenty personil kavaleri... sebelum itu ketika mendapat berita jatuhnya para pasukan ‘detasmen’ (bi'r ma'unah) sebagai korban syuhada yang disebabkan oleh para pengkhianat dari penduduk Arab di Nejd, beliau memanjatkan do'a selepas shalat shubuh : "Ya Allah, jangan biarkan kaum Mudlor hidup tanpa merasakan beratnya azabMu, ya Allah ambil alihlah urusan bani Lihyan, Zighab, Ri'al, Dzikwan dan 'Ushayyah karena mereka mendurhakai Allah dan Rasul-Nya, ya Allah ambil alihlah urusan bani Lihyan, 'Udhl dan Al-Qaarrah" (yang semuanya merupakan anak-anak cabang suku Qaes 'Aylan ibn Mudlor), "Ya Allah selamatkanlah Al-Walid ibn Al-Walid dan Salamah ibn Hisyam, 'Iyash ibn Rabi'ah dan orang-orang mu'min yang lemah; Ghiffar semoga Allah mengampuninya, selamatkanlah ya Allah mereka yang suka damai". Kemudian beliau sujud dan hal itu dilakukan selama 15 (malam), ada yang mengatakan 40 hari hingga turunnya ayat yang berbunyi: "Tidak mengapalah wahai Muhammad, (jangan terlalu memikirkannya) karena Allah yang akan menerima taubat atau menyiksa mereka lantaran mereka adalah orang-orang aniaya"43. Demikianlah watak orang yang amat cinta kasih kepada kaum muslimin, selalu memikirkan dan memperhatikan mereka. Pemusatan perhatian seperti ini akan membebani tubuh dan jantung serta membuatnya lelah. Bahkan simaklah apa yang dihikayatkan oleh Al-Waqidi mengenai peperangan al-ghabah yang terjadi pada bulan Rabiul Akhir 6H/Agustus 627M suatu peristiwa yang menggambarkan betapa perhatian Rasulullah selalu terpusat kepada umatnya dan keprihatinan beliau terhadap mereka satu per satu.
Al-Baladzary meriwayatkan bahwa setelah penobatannya, ada seseorang yang mendatangi Rasulullah untuk melunasi sangkutannya namun beliau mengisyaratkan bahwa urusan harta sudah tidak begitu penting lagi baginya. Kita tidak dapat memastikan hakekat dari mimpi-mimpi tersebut dan pada waktu yang sama kita juga tidak dapat menerima pandangan-pandangan para penulis Sirah yang datang kemudian seumpama az-Zarqoni dalam syarh al-mawahib al-ladunniyah yang sebenarnya merupakan komentar terhadap karya al-Qastallani, al-mawahib al-ladunniyah yang juga komentar terhadap karya Ibnu Hisyam. Jadi, buku tersebut adalah komentar atas komentar. Sedangkan karya Ibnu Hisyam sendiri adalah formulasi unique yang dilakukan oleh Muhammad ibn Abdul Malik ibn Hisyam dengan memodifikasi Sirah yang ditulis oleh Muhammad ibn Ishaq ibn Yasar alMutthaliby.
Sehubungan dengan ini al-Thabari meriwayatkan pendapat Ibnu Humeid yang mengatakan bahwa "Setiap tahun Rasulullah Noticed berderma memberi makan setiap fakir miskin selama satu bulan". Tapi kegiatan seperti ini juga dilakukan oleh mereka yang termasuk golongan al-Hanifiyah, pencari kebenaran, sehingga sehubungan dengan proses kenabian, tahannuts pasti memiliki makna lain. Dikatakan bahwa tahannuts ialah melakukan ibadah dalam keadaan menyendiri. Pertanyaannya adalah dengan cara apakah Muhammad melakukan ibadah? Dan jika maknanya "berderma" dengan memberi makan fakir miskin, sedangkan fakir-miskin tidak datang meminta makan pada waktu malam; mengapa justeru beliau menginap berhari-hari? Kemudian fakir miskin dari manakah diberi makan oleh Muhammad? Sesungguhnya kawasan yang terletak di timur laut Mekkah di mana terdapat bukit Hira seperti yang dapat disaksikan dewasa ini adalah kawasan yang paling kering di mana tidak ada pepohonan, air dan rerumputan.
The terms you are exploring are within this e-book. To receive far more qualified material, please make total-text lookup by clicking listed here.
Dengan cara ini, bahkan check here orang-orang yang skeptis dan mereka yang terus menemukan aturan Islam yang tidak memenuhi konsepsi modern day dapat melihat seberapa besar peningkatan aturan Islam di zaman mereka sendiri.
Dan salah satu makna hijrah adalah meninggalkan cara hidup badui (nomadisme) ke arah sistim kehidupan yang beradab. Ini adalah salah satu aspek pemikiran Raslulllah mengenai peradaban yang tidak pernah disinggung penulis sejarah. Di antara bukti-bukti mengenai ketepatan pandangan Rasulullah adalah beliau sangat memperhatikan urusan al-girasat, yakni kebijakan pertanian. Beliau selalu mendorong sahabatnya untuk bercocok tanam dan beliau menghargai ketekunan dan ketrampilan mengolah lahan pertanian. Jenis tanaman yang beliau prioritaskan adalah gandum, kurma dan buah-buahan. Sabdanya, “siapa menanam kurma di dunia niscaya akan memperoleh taman di surga”. Sekali waktu Rasulullah pernah menyaksikan seorang sedang menanam kurma dengan hati-hati sekali; menggali, meletakkan biji, menyiramnya kemudian menutup kembali dengan menggunakan tangannya sendiri. Demi menyaksikan hal itu beliau bersabda :”Tangan itu sungguh berberkah”. Rasulullah menghargai struktur tata kota yang baik. Ketika nyata bahwa salah satu jalan utama melintasi telaga muzainab dan menghambat kelancaran lalu-lintas Madinah, beliau segera mengusulkan kepada salah seorang insinyur yang pernah belajar di negeri Persia agar membangun jembatan dengan imbalan satu kavling tanah. Rasulullah menyenangi bangunan indah meski tidak perlu terlalu mentereng. Menyaksikan adanya sumur di pelataran rumah salah seorang sahabat, beliau mengusulkan perlu ada batako berikut bak air di sampingnya untuk diisi setiap hari. Dan supaya tidak tercemar kotoran, sumur dan bak air sebaiknya tertutup. Rasulullah mendorong etos kerja yang tinggi dan selalu memuji pekerjaan yang baik.
Penderitaan yang mereka alami sangat besar, dan yang dapat menandinginya hanyalah kerugian yang diderita oleh keluarga bani Makhzum. Namun pembesar bani Makhzum, yakni Abu Jahal ikut tewas bersama pembesar lainnya sehingga riwayat keluarga tersebut telah berakhir dan musnah, sementara Abu Sufyan yang merupakan pemimpin keluarga bani Abd Syams tidak ikut bertempur meski putranya ikut tewas. Abu Sufyan adalah tokoh Qureisy yang berpandangan jauh, berpikiran tenang dan tidak mudah terpengaruh oleh perasaan. Ia dapat dengan tenang mengambil alih tonggak kepemimpinan di Mekkah walaupun banyak pembesar Qureisy yang tidak mendukungnya. Dari pasca perang Badr hingga perang Khandaq Abu Sufyan, di kemudian hari akan tetap memegang tonggak kepemimpinan Qureisy, dan akan kembali lagi kepadanya setelah perang al-Hudeibiyah. Pada masa kepemimpinannya terbuka jalan bagi hubungan antara Islam dan Mekkah sebagai pendahuluan bagi masuknya Islam tanpa perang atau perlawanan yang hanya akan menghabiskan tenaga. Persoalan utama yang diderita oleh Abu Sufyan dalam dirinya sebenarnya adalah ketidak mampuannya mempercayai Islam sepenuh hati setelah Mekkah takluk karena materialisme dan loyalitasnya yang amat mendalam terhadap ideologi jahiliyah berikut wataknya yang 'kering-rasa'. Selama memimpin Qureisy dalam pergelutan melawan Islam tidak pernah melakukan hal-hal yang berarti. Padahal sebenarnya ia memiliki potensi untuk itu, penyebabnya adalah ia tidak mendapatkan dukungan penuh dari sebagian kelompok Qureisy seperti keluarga bani Zuhrah. Abu Sufyan bersikeras tidak boleh menangisi orang-orang yang telah tewas agar Muhammad dan kaum muslim tidak memandang rendah. Seluruh perhatiannya terpusat pada balas dendam, seakan-akan persoalan antara Mekkah dengan umat Islam adalah persoalan balas dendam.
muliakanlah/kokohkanlah Islam ini dengan salah seorang dari dua orang yang paling Engkau cintai: 'Umar bin al-Khaththab atau Abu Jahal bin Hisyam". Ternyata, yang paling dicintai oleh Allah adalah 'Umar radhiallaahu 'anhu. Setelah meneliti secara cermat seluruh periwayatan yang mengisahkan keislamannya, nampak bahwa campaknya Islam ke dalam hatinya berlangsung secara perlahan, akan tetapi sebelum kita membicarakan ringkasannya, perlu kami singgung terlebih dahulu karakter dan watak dari kepribadiannya. Beliau radhiallaahu 'anhu dikenal sebagai seorang yang temperamental dan memiliki harga diri yang tinggi. Sangat banyak kaum muslimin merasakan beragam penganiayaan yang dilakukannya terhadap mereka. Sebenarnya, secara lahiriyah apa yang menghinggapi perasaannya amatlah kontras; antara keharusan menghormati tatanan adat yang telah dibuat oleh nenek moyangnya, kekaguman terhadap mental baja kaum muslimin dalam menghadapi berbagai cobaan demi menjaga 'aqidah mereka serta timbulnya berbagai keraguan dalam dirinya sementara sebagai seorang cendikiawan dia beranggapan bahwa apa yang diseru oleh Islam bisa saja lebih agung dan suci dari selainnya; oleh karena itu begitu memberontak langsung saja dia berteriak lantang. Mengenai ringkasan kisah tersebut -yang sudah disinkronkan- berkaitan dengan keislamannya; bermula dari tindakannya pada suatu malam bermalam di luar rumahnya, lalu dia pergi menuju al-Haram dan masuk ke dalam tirai Ka'bah.